"Kemunculan Aliran Pembaharu (Apollo dan Diwan)"
Sebagai aliran yang muncul untuk melakukan kritikan terhadap aliran sastra Arab modern sebelumnya (Neo-Klasik), maka sanggahan pertama yang dilontarkan adalah pada aspek bahasa dan bentuk yang digunakan pendahulunya yang dinilai sangat tradisonal. Kemudian, kritikan kedua yang dialamatkan kepada kelompok Neo-Klasik adalah karena aliran pertama dalam sastra Arab modern dinilai banyak mengumpulkan tauriyah, kināyah dan jinās. Kritikan yang dilontarkan oleh Diwan terhadap Neo-Klasik sebagai pendahulunya ini kemudian dimuat dalam sebuah esai atau tulisan mereka yang berjudul ‘al-Fushūl’.
Secara lebih terperinci, kritikan yang dilontarkan Diwān terhadap beragam upaya Neo-Klasik dalam mengembangkan sastra Arab modern dapat dikemukakan sebagaimana berikut ini, yaitu:
1. At-Tafakkuk, yaitu karya-karya sastra yang dihasilkan para pengusung Neo-Klasik dinilai tidak memiliki kesatuan tema.
2. Al-Ihālah, yaitu upaya yang dilakukan Neo-Klasik justru membuat makna puisi menjadi rusak karena berisikan sesuatu yang bombastis, tidak realistis dan tidak masuk akal atau irasional.
3. At-Taqlīd, yaitu karya-karya yang dihasilkan Neo-Klasik tidak lebih dari pengulangan apa yang sudah dilakukan oleh para sastrawan sebelumnya dengan cara membolak-balikkan kata dan makna.
4. Para pengusung aliran Neo-Klasik dinilai memiliki kecenderungan yang lebih mementingkan eksistensi dari pada substansi karya sastra yang dihasilkan.
Di samping melontarkan beragam kritikannya terhadap Neo-Klasik sebagaimana dikemukakan di atas, para pengusung aliran Diwān juga menjelaskan persoalan-persoalan baru yang terdapat dalam puisi, kritik dan tulisan sastra. Hal ini dilakukan dengan cara membuat garis pemisah antara zaman sastra Arab klasik dan sastra Arab modern sehingga keduanya tidak memungkinkan untuk bertemu.
Sebagai salah satu aliran sastra Arab modern, kelompok Diwān memiliki karakteristik yang sangat melekat pada mereka. Adapun karakteristik yang dapat membedakannya dengan kelompok sastra Arab modern lainnya adalah menolak kesatuan bait dan memberi penekanan pada kesatuan organis puisi, mempertahankan kejelasan, kesederhanaan dan keindahan bahasa puisi yang tenang, mengambil segala macam sumber untuk memperluas dan memperdalam persepsi dan sensitifitas rasa penyair.
Di samping itu, karakteristik lainnya dari para pengusung aliran Diwān adalah berkaitan dengan tema-tema yang diangkat dalam karya-karya mereka. Tidak seperti aliran sebelumnya, tema-tema yang diangkat Diwān berkaitan persoalan-persoalan kontemporer seperti humanisme, nasionalisme, Arab, dan karya-karya yang dihasilkannya banyak dipengaruhi oleh romantisme dan model kritik Inggris.
Dengan beragam kritikan yang dilontarkannya terhadap objek yang menjadi faktor kemunculannya, bukan berarti aliran Diwān terlepas dari kritikan pihak lainnya. Karena dalam perkembangan sastra Arab modern aliran ini lebih menonjolkan aspek kritik dan sanggahannya terhadap Neo-Klasik yang muncul terlebih dahulu, maka sesungguhnya lebih tepat dikatakan bahwa Diwān ini adalah aliran kritik. Atau dalam ungkapan lain dapat dikatakan bahwa para pengusung aliran ini lebih tepat disebut sebagai kritikus dari pada sebagai sastrawan atau penyair dalam upaya mereka memberi perubahan yang berarti bagi perkembangan apresiasi sastra. Hal ini karena ternyata terjadi perbedaan yang signifikan dari gagasan kesusasteraan mereka yang merupakan kritikan terhadap Neo-Klasik dengan realitas bahwa karya-karya sastra yang mereka hasilkan bernilai biasa-biasa saja.
Aliran ini tidak berlangsung lama dalam khazanah sastra Arab modern karena para pengusungnya kemudian lebih memilih berkecimpung dengan model-model karya sastra yang lain, seperti novel, drama, makalah dan kajian-kajian sastra lainnya. Setelah para tokohnya perlahan-lahan mulai meninggalkan aliran ini, maka semakin tidak jelas tujuan sesungguhnya dari mengemukanya Diwān dalam sastra Arab modern. Kemunculan aliran ini tidak lebih dari hanya keinginan para tokohnya untuk melepaskan diri sistem persyairan Arab yang sudah selama ini, sedangkan hasil karyanya berupa puisi yang mengikuti model terdahulu dengan menambahkan beberapa aspek yang baru di dalamnya.
2. beda Apollo dan Diwan
- Aliran Apollo 1932
Nama aliran ini menunjukan pada Gunung Barnas di Yunani, tempat tinggal Apollo dan dewa seni dalam mitologi Yunani. Dalam sejarah sastra Arab yang tampaknya menganut aliran ini adalah Abu Nuwas. Sebagaimana terlihat dalam karyanya, ia menganut kebebasan dalam mengekspresikan rasa lewat sastra yang indah sebagai sesuatu yang utama dan kurang menghiraukan moral.
Aliran ini merupakan gerakan kesusasteraan Arab modern di Mesir selain di atas. Gagasan penting dari aliran ini adalah untuk menghilangkan berbagai macam perbedaan aliran, latar belakang budaya dan politik para penyair agar terjalin adanya kesatuan organic antara mereka. Gagasan ini mengemukakan karna dalam aliran ini tergabung para penyair berbagai aliran seperti Ahmad Shawqi (neo-klasik), Kahlil Gibran, Hafiz Ibrahim.
- Aliran Diwan
Aliran Diwan merupakan nama gerakan sastra yang diperankan oleh tiga penyair: Abd al-Rahman Syukri, Ibrahim abd al-Qadir al-Mazini, dan Abbas Mahmud al-Aqqad. Al-Aqqad dikenal sebagai pemimpin aliran ini. Aliran ini menulis contoh-contoh puisi modern dan melontarkan kritikan kepada penyair-penyair yang lebih senior seperti Ahmad Syauqi dan Hafiz Ibrahim lewat kitab al-Diwan. Walaupun Aqqad sebagai pemimpin Aliran ini. Ia berbeda dengan aggota lainya, dia lebih cenderung mengikuti pmikiran neo-klasik, tidak menghendaki kebebasan dalam struktur puisi, dalam arti masih mengikuti aliran romantic Inggris (Syukht dan Id, 1975: 183).
Pada tahun-tahun pertama abad ke-20, sebuah reaksi menentang kaum neo-klasik, yang menikmati popularitas besar pada saat itu dan, seperti yang ditunjukkan di atas, kita akan tetap populer lama setelah munculnya gerakan-gerakan yang lebih modern.
3. Apakah Apollo dan Diwan berbeda massa?
Aliran Diwān yang diusung oleh Syukri, al-‘Aqqād dan al-Māzini telah muncul dalam perbincangan sastra Arab modern sejak tahun 1900-1910. Meskipun demikian, aliran ini baru dikenal luas di kalangan pengkaji sastra Arab pada tahun 1921 melalui sebuah pamflet yang berjudul ad-Diwān Kitāb fī al-Adab wa an-Naqd. dan aliran Apollo pada tahun 1932.
Sumber:
1. Kamil, Sukron , Teori Kritik Sastra Arab, ,2009, Raja Grapindo Persada.
2. Rosyidi, Choir, Pembelajaran Sastra Arab, Al Ta’dib, Vol. 4 No. 2, Januari 2015,
3. Brugman, J, 1984, An Introduction To The History of Modern Arabic Literature In Egypt, Leiden E.J.Brill,
4. Ridwan, Menelusuri Jejak Kesusasteraan Arab Kontemporer, 24 Feb, 2013, dari http://www.scribd.com/doc,
http://www.radenfatah.ac.id
http://www.radenfatah.ac.id